Sabtu, 25 Oktober 2014

Sistem Persepsi Sensori - OTITIS MEDIA

otitis media


Otitis media(OM)  adalah   peradangan   pada   telinga   tengah   yang   bersifat  akut atau tiba-tiba. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang biasanya  dalam keadaan steril. Bila terdapat infeksi bakteri pada nasofaring dan faring,secara alamiah terdapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh enzim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii. OM ini terjadi akibat tidak berfungsinya system pelindung tersebut.Sumbatan dan peradangan pada tuba eustachii merupakan faktor utama terjadinya otitis media. Pada anak-anak, semakin seringnya terserang infeksi saluran pernapasan atas,kemungkinan terjadinya Otitis media juga semakin besar. Dan pada bayi terjadinya OM dipengaruhi  karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal (Soepardi dkk, 2007).
Otitis media pada anak-anak  sering  kali  disertai  dengan infeksi pada saluran pernapasan atas. Pada penelitian  Zackzouk dkk di Arab saudi tahun 2001 terhadap 112 pasien  infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) (6-35 bulan), didapatkan 30% mengalami otitis media akut dan 8% sinusitis.  
Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1  tahun  sekitar 62%,  sedangkan anak-anak berusia 3tahun sekitar   83% (Zackzouk, 2001). Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris setidaknya 25% anak mengalami minimal satu  episode   sebelum   usia   10  tahun.  insiden   OM   tertinggi   terjadi   pada   usia   2   tahun pertama kehidupan, dan yang kedua pada waktu berusia 5 tahun bersamaan dengan anak masuk sekolah (Abidin, 2008).
Puncak usia anak mengalami OM di dapatkan pada pertengahan tahun pertama sekolah, di Swedia mendapatkan 16.611 anak penderita OM dan didapatkan anak usia 7 tahun dengan prevalensi     terbanyak. Resiko kekambuhan otitis  media terjadi  pada beberapa faktor,antara lain usia <5 tahun,   otitis   prone   (pasien   yang   mengalami   otitis pertama kali pada usia <6   bulan,3kali   dalam   6   bulan   terakhir),   infeksi   pernapasan, perokok, dan laki-laki (Abidin, 2008; Casselbrent,2005).
            Epidemiologi Otitis media yang didapat dibeberapa Negara dunia tersebut mencerminkan otitis  media merupakan  salah satu masalah kesehatan yang   perlu diperhatikan,  terutama di   negara   berkembang dan Negara miskin. Bahkan penyakit  ini berkaitan dengan kematian anak,khususnya  akibat   komplikasi ke otak.  Kejadian terbanyak   ditemukan   pada  usia  6-18   bulan   dan   4-5   tahun; dan   laki-laki   biasanya   lebih sering terkena penyakit tersebut dibandingkan perempuan (Natal BL, 2010).       
            Indonesia  sebagai   negara   berkembang   perlu  memperhatikan   masalah   kesehatan ini, namun hal ini tidak didukung dengan pendataan yang jelas tentang insidensi OM itu sendiri. Data yang   didapat   dari   Profil   Kesehatan   Dinas   Kesehatan   Kota   Bekasi,  OM selalu ada pada 20 besar penyakit dengan insidensi tersering. Prevalensi penderita OM selama ini belum bisa ditekan   dikarenakan   belum adanya tindakan dari pemerintah  pusat  ataupun daerah yang secara  khusus mensosialisasikan tentang  permasalahan  penyakit OM. Dikarenakan persepsi dari masyarakat tentang penyakit OM ini adalah ‘biasa’ padahal penyakit ini adalah salah  satu pintu masuk untuk menjadikan penyakit komplikasi lain   yang cukup fatal, seperti: Otitis   media   supuratif   kronis   yang   akan   bisa   menjadikan   meningitis   hingga   ensefalitis, abses subperiosteal dan abses otak (Abidin, 2008). 
 
Merujuk dari permasalahan yang telah dipaparkan tersebut tentang penyakit OM yang pada umumnya sering terjadi di negara berkembang  dan salah satunya   Indonesia, dan diseratai kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit ini, maka penulis tertarik untuk menulis makalah tentang Otitis Media.
1.      Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.Gangguan telinga yang paling sering adalah infeksi eksterna dan media.Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa (Soepardi, 1998).
Otitis media ialah inflamasi telinga tengah (Sowden dan Cecily 2002)
Otitis media kronik adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani. Otitis media sering dijumpai pada anak – anak di bawah usia 15 tahun. Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu :
A.  Otitis Media Akut
Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala infeksi. 
Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 2002).
Otitis media akut ialah radang akut telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi atau anak yang biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas (Schwartz 2004).
Otitis media akut Adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah, yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak terutama usia 3 bulan – 3 tahun.
B.  Otitis Media Serosa (Otitis media dengan efusi)
Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif.Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi, meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan “glue ear”. Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( eg : penyelam ) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas yang terjadi.
C.  Otitis Media Kronik
Otitis media kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani.Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani.Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membrane timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid.Sebelum penemuan antibiotic, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa.Sekarang, penggunaan antibiotic yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis koalesens akut menjadi jarang.Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan mengalami infeksi telinga yang tak ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa dari infeksi kronik ini, dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam ( epitel skuamosa ) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit dari membrane timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat ke struktur telinga tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysis nervus fasialis ( N. Cranial VII ), kehilangan pendengaran sensorineural dan/ atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan abses otak.
2.      Etiologi
Biasanya otitis media banyak disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
a.       Streptococcus.
b.      Stapilococcus.
c.       Diplococcus pneumonie.
d.      Hemopilus influens.
e.       Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus.
f.       Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.
g.       Kuman anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.
Penyebab otitis media dibagi menurut jenisnya yaitu :
1.    Otitis media akut
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (eg : sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( eg : rhinitis alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptococcus peneumoniae, Hemophylus influenzae, Streptococcus pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.
2.    Otitis media serosa
Cairan pada otitis media serosa sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi, meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan “glue ear”. Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( ex : penyelam ) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas yang terjadi.
3.    Otitis media kronis
Disebabkan oleh :
a.     Terapi yang terlambat
b.    Terapi yang tidak adekuat
c.     Virulensi kuman tinggi
d.    Daya tahan tubuh rendah
e.     Kebersihan buruk
  
3.      Patofisiologi
Umumnya otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, kecuali pada kasus yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani.Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hipertemi dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.
Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit.
Otitis media akut dan  kronis yang juga diketahui sebagai otitis media supuratif dan purulent adalah sama dalam patofisiologisnya.
Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii akibat kontaminasi secret dalam nasofaring. Agen infeksi masuk kedalam telinga tengah menyebabkan peradangan dalam mukosa yang menimbulkan bengkak dan iritasi tulang atau osikel ( tulang pendengaran pada telinga tengah ) proses ini diikuti dengan pembentukan peradangan eksudat purulent. Serangan terjadi secara mendadak atau akut dengan durasi yang relatif pendek sekitar 3 minggu atau kurang.
Otitis media kronik biasanya mengikuti kondisi akut yang berulang, berlangsung lebih lama, dan dapat dihubungkan dengan morbiditas atau injuri yang lebih luas dalam struktur telinga tengah baikm akut maupun kronik. Tanda dan gejala penyakit ini disebabkan oleh tekanan cairan pada rongga telinga tengah, tuba eustacheus dan proses infeksi. Kerusakan tulang-tulang pada teelinga tengah berkembang menjadi perforasi membrane, jetuhnya material terinfeksi ketelinga luar.Penyakit dan pengobatab menjadi lebih rumit dengan adanya otitis eksterna. Faktor penyebab biasanya saling berkaitan.
Otitis media serosa dikarakteristikan oleh akumulasi cairan sterill dibelakang membran timpani. Otitis media serosa dapat mendahului atau menjadi komplikasi jangka panjang otitis media akut. Efusi cairan mungkin menetap pada telinga tengah mencapai beberapa bulan. Ketika cairan menetap lebih lama dan mulai menebal akhirnya terjadi komplikasi berupa otitis media adhesiva. Otitis media serosa dan kronik yang tidak diobati menyebabkan penebalan dan perlukaan pada struktur telinga tengah dan tulang. Nekrosis osikel mengakibatka destruksi struktur telinga tengah. Pembedahan osikel penting dilakukan untuk mengatasi ketulian
4.      Manifestasi klinik
A.  Otitis Media Akut
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat.Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa.
Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat mengalami perforasi.
Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
a)                  Sakit telinga yang berat dan menetap.
b)                  Terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara .
c)                  Pada anak-anak bisa mengalami muntah, diare dan demam sampai 40,5ÂșC
d)                  Gendang telinga mengalami peradangan dan menonjol.
e)                  Demam
f)                   Anoreksia
g)                  Limfadenopati servikal anterior
B.  Otitis Media Serosa
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi ketika tuba eustachii berusaha membuka.Membrane tymphani tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah.Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif.
 C.  Otitis Media Kronik
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk.Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema.Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan nyeri.Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi.Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi.Hasil audiometric pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau campuran.
5.      Penatalaksanaan
1. Tipe tubetimpanal stadium aktif:
o    Anti biotik : Ampisilin / Amoksilin, (3-4 X 500 mg oral) atau klidomisin (3 X 150 – 300 mg oral) Per hari selama 5 –7 hari
o    Pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya
o    Perawatan lokal tetes telinga (Klora menikol 1- 2%)
o    Pengobatan alergi bila ada latar belakang alergi
·         Pada stadium tenang (kering) di lakukan miringoplastik. ICOPIM (5. 194).
2. Tipe degeneratif :
o    Atikoantrotomi (5.203)
o    Timpanoplastik (5.195).
3. Tipe meta plastik / campuran
-            Mastoidektomi radikal (5.203)
-            Mastoidektomi radikal dan rekonstruksi.
Untuk OMK dengan penyulit :
Abses retroaurikuler
1. Insisi abses
2. Antibiotik : Penisilin Prokain 2 X 0,6-1,2 juta IU i.m / hari dan metronidazol X 250 – 500mg oral / sup / hari.
3. Mastoid dektomi radikal urgen.
6.      Komplikasi
Otitis media mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan ottore. Pemberian antibiotoka telah menurunkan insiden  komplikasi, walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi intrakranial yang serius lebih sering terlihat pada ekserbasi akut dari otitis media berhubungan dengan kolesteatoma.
Komplikasi yang mungkin terjasi pada penderita otitis media adalah :
Komplikasi intrakranial meliputi:
a.       Meningitis
b.      Abses subdural
c.       Abses ekstradural
d.      Trombosis sinus lateralis
e.       Abses otak
f.       Hidrosefalus otitis
Komplikasi intratemporal meliputi :
a.       Mastoiditis
b.      Labirintitis
c.       Paralisis fasialis
DAFTAR PUSTAKA
Reeves,C. Gayle Roux dan Robin Loekhart. 2001. Keperawatan medikal bedah edisi pertama alih bahasa Joko Setiono. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, S. C. dan Brenda G. Bare. 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedah edisi 8 alih bahasa Agung Waluyo. Jakarta : EGC
Arif Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta : Media Asculapius
Cody, D dan Thane. R. 1993. Penyakit telinga, hidung dan tenggorokan. Jakarta : EGC
FKUI. 2000. Penatalaksanaan penyakit dan kelainan hidung, telinga dan tenggorikan edisi 2.Jakarta : EGC
NANDA,NIC (Nursing Outcomes Classification) NOC (Nursing Intervension Classification)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar