Sabtu, 25 Oktober 2014

Sistem Persepsi Sensori - OTITIS MEDIA

otitis media


Otitis media(OM)  adalah   peradangan   pada   telinga   tengah   yang   bersifat  akut atau tiba-tiba. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang biasanya  dalam keadaan steril. Bila terdapat infeksi bakteri pada nasofaring dan faring,secara alamiah terdapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh enzim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii. OM ini terjadi akibat tidak berfungsinya system pelindung tersebut.Sumbatan dan peradangan pada tuba eustachii merupakan faktor utama terjadinya otitis media. Pada anak-anak, semakin seringnya terserang infeksi saluran pernapasan atas,kemungkinan terjadinya Otitis media juga semakin besar. Dan pada bayi terjadinya OM dipengaruhi  karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal (Soepardi dkk, 2007).
Otitis media pada anak-anak  sering  kali  disertai  dengan infeksi pada saluran pernapasan atas. Pada penelitian  Zackzouk dkk di Arab saudi tahun 2001 terhadap 112 pasien  infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) (6-35 bulan), didapatkan 30% mengalami otitis media akut dan 8% sinusitis.  
Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1  tahun  sekitar 62%,  sedangkan anak-anak berusia 3tahun sekitar   83% (Zackzouk, 2001). Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris setidaknya 25% anak mengalami minimal satu  episode   sebelum   usia   10  tahun.  insiden   OM   tertinggi   terjadi   pada   usia   2   tahun pertama kehidupan, dan yang kedua pada waktu berusia 5 tahun bersamaan dengan anak masuk sekolah (Abidin, 2008).
Puncak usia anak mengalami OM di dapatkan pada pertengahan tahun pertama sekolah, di Swedia mendapatkan 16.611 anak penderita OM dan didapatkan anak usia 7 tahun dengan prevalensi     terbanyak. Resiko kekambuhan otitis  media terjadi  pada beberapa faktor,antara lain usia <5 tahun,   otitis   prone   (pasien   yang   mengalami   otitis pertama kali pada usia <6   bulan,3kali   dalam   6   bulan   terakhir),   infeksi   pernapasan, perokok, dan laki-laki (Abidin, 2008; Casselbrent,2005).
            Epidemiologi Otitis media yang didapat dibeberapa Negara dunia tersebut mencerminkan otitis  media merupakan  salah satu masalah kesehatan yang   perlu diperhatikan,  terutama di   negara   berkembang dan Negara miskin. Bahkan penyakit  ini berkaitan dengan kematian anak,khususnya  akibat   komplikasi ke otak.  Kejadian terbanyak   ditemukan   pada  usia  6-18   bulan   dan   4-5   tahun; dan   laki-laki   biasanya   lebih sering terkena penyakit tersebut dibandingkan perempuan (Natal BL, 2010).       
            Indonesia  sebagai   negara   berkembang   perlu  memperhatikan   masalah   kesehatan ini, namun hal ini tidak didukung dengan pendataan yang jelas tentang insidensi OM itu sendiri. Data yang   didapat   dari   Profil   Kesehatan   Dinas   Kesehatan   Kota   Bekasi,  OM selalu ada pada 20 besar penyakit dengan insidensi tersering. Prevalensi penderita OM selama ini belum bisa ditekan   dikarenakan   belum adanya tindakan dari pemerintah  pusat  ataupun daerah yang secara  khusus mensosialisasikan tentang  permasalahan  penyakit OM. Dikarenakan persepsi dari masyarakat tentang penyakit OM ini adalah ‘biasa’ padahal penyakit ini adalah salah  satu pintu masuk untuk menjadikan penyakit komplikasi lain   yang cukup fatal, seperti: Otitis   media   supuratif   kronis   yang   akan   bisa   menjadikan   meningitis   hingga   ensefalitis, abses subperiosteal dan abses otak (Abidin, 2008). 
 
Merujuk dari permasalahan yang telah dipaparkan tersebut tentang penyakit OM yang pada umumnya sering terjadi di negara berkembang  dan salah satunya   Indonesia, dan diseratai kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit ini, maka penulis tertarik untuk menulis makalah tentang Otitis Media.
1.      Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.Gangguan telinga yang paling sering adalah infeksi eksterna dan media.Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa (Soepardi, 1998).
Otitis media ialah inflamasi telinga tengah (Sowden dan Cecily 2002)
Otitis media kronik adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani. Otitis media sering dijumpai pada anak – anak di bawah usia 15 tahun. Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu :
A.  Otitis Media Akut
Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala infeksi. 
Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 2002).
Otitis media akut ialah radang akut telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi atau anak yang biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas (Schwartz 2004).
Otitis media akut Adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah, yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak terutama usia 3 bulan – 3 tahun.
B.  Otitis Media Serosa (Otitis media dengan efusi)
Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif.Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi, meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan “glue ear”. Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( eg : penyelam ) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas yang terjadi.
C.  Otitis Media Kronik
Otitis media kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani.Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani.Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membrane timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid.Sebelum penemuan antibiotic, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa.Sekarang, penggunaan antibiotic yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis koalesens akut menjadi jarang.Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan mengalami infeksi telinga yang tak ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa dari infeksi kronik ini, dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam ( epitel skuamosa ) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit dari membrane timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat ke struktur telinga tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysis nervus fasialis ( N. Cranial VII ), kehilangan pendengaran sensorineural dan/ atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan abses otak.
2.      Etiologi
Biasanya otitis media banyak disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
a.       Streptococcus.
b.      Stapilococcus.
c.       Diplococcus pneumonie.
d.      Hemopilus influens.
e.       Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus.
f.       Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.
g.       Kuman anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.
Penyebab otitis media dibagi menurut jenisnya yaitu :
1.    Otitis media akut
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (eg : sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( eg : rhinitis alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptococcus peneumoniae, Hemophylus influenzae, Streptococcus pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.
2.    Otitis media serosa
Cairan pada otitis media serosa sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi, meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan “glue ear”. Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( ex : penyelam ) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas yang terjadi.
3.    Otitis media kronis
Disebabkan oleh :
a.     Terapi yang terlambat
b.    Terapi yang tidak adekuat
c.     Virulensi kuman tinggi
d.    Daya tahan tubuh rendah
e.     Kebersihan buruk
  
3.      Patofisiologi
Umumnya otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, kecuali pada kasus yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani.Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hipertemi dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.
Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit.
Otitis media akut dan  kronis yang juga diketahui sebagai otitis media supuratif dan purulent adalah sama dalam patofisiologisnya.
Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii akibat kontaminasi secret dalam nasofaring. Agen infeksi masuk kedalam telinga tengah menyebabkan peradangan dalam mukosa yang menimbulkan bengkak dan iritasi tulang atau osikel ( tulang pendengaran pada telinga tengah ) proses ini diikuti dengan pembentukan peradangan eksudat purulent. Serangan terjadi secara mendadak atau akut dengan durasi yang relatif pendek sekitar 3 minggu atau kurang.
Otitis media kronik biasanya mengikuti kondisi akut yang berulang, berlangsung lebih lama, dan dapat dihubungkan dengan morbiditas atau injuri yang lebih luas dalam struktur telinga tengah baikm akut maupun kronik. Tanda dan gejala penyakit ini disebabkan oleh tekanan cairan pada rongga telinga tengah, tuba eustacheus dan proses infeksi. Kerusakan tulang-tulang pada teelinga tengah berkembang menjadi perforasi membrane, jetuhnya material terinfeksi ketelinga luar.Penyakit dan pengobatab menjadi lebih rumit dengan adanya otitis eksterna. Faktor penyebab biasanya saling berkaitan.
Otitis media serosa dikarakteristikan oleh akumulasi cairan sterill dibelakang membran timpani. Otitis media serosa dapat mendahului atau menjadi komplikasi jangka panjang otitis media akut. Efusi cairan mungkin menetap pada telinga tengah mencapai beberapa bulan. Ketika cairan menetap lebih lama dan mulai menebal akhirnya terjadi komplikasi berupa otitis media adhesiva. Otitis media serosa dan kronik yang tidak diobati menyebabkan penebalan dan perlukaan pada struktur telinga tengah dan tulang. Nekrosis osikel mengakibatka destruksi struktur telinga tengah. Pembedahan osikel penting dilakukan untuk mengatasi ketulian
4.      Manifestasi klinik
A.  Otitis Media Akut
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat.Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa.
Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat mengalami perforasi.
Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
a)                  Sakit telinga yang berat dan menetap.
b)                  Terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara .
c)                  Pada anak-anak bisa mengalami muntah, diare dan demam sampai 40,5ºC
d)                  Gendang telinga mengalami peradangan dan menonjol.
e)                  Demam
f)                   Anoreksia
g)                  Limfadenopati servikal anterior
B.  Otitis Media Serosa
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi ketika tuba eustachii berusaha membuka.Membrane tymphani tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah.Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif.
 C.  Otitis Media Kronik
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk.Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema.Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan nyeri.Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi.Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi.Hasil audiometric pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau campuran.
5.      Penatalaksanaan
1. Tipe tubetimpanal stadium aktif:
o    Anti biotik : Ampisilin / Amoksilin, (3-4 X 500 mg oral) atau klidomisin (3 X 150 – 300 mg oral) Per hari selama 5 –7 hari
o    Pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya
o    Perawatan lokal tetes telinga (Klora menikol 1- 2%)
o    Pengobatan alergi bila ada latar belakang alergi
·         Pada stadium tenang (kering) di lakukan miringoplastik. ICOPIM (5. 194).
2. Tipe degeneratif :
o    Atikoantrotomi (5.203)
o    Timpanoplastik (5.195).
3. Tipe meta plastik / campuran
-            Mastoidektomi radikal (5.203)
-            Mastoidektomi radikal dan rekonstruksi.
Untuk OMK dengan penyulit :
Abses retroaurikuler
1. Insisi abses
2. Antibiotik : Penisilin Prokain 2 X 0,6-1,2 juta IU i.m / hari dan metronidazol X 250 – 500mg oral / sup / hari.
3. Mastoid dektomi radikal urgen.
6.      Komplikasi
Otitis media mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan ottore. Pemberian antibiotoka telah menurunkan insiden  komplikasi, walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi intrakranial yang serius lebih sering terlihat pada ekserbasi akut dari otitis media berhubungan dengan kolesteatoma.
Komplikasi yang mungkin terjasi pada penderita otitis media adalah :
Komplikasi intrakranial meliputi:
a.       Meningitis
b.      Abses subdural
c.       Abses ekstradural
d.      Trombosis sinus lateralis
e.       Abses otak
f.       Hidrosefalus otitis
Komplikasi intratemporal meliputi :
a.       Mastoiditis
b.      Labirintitis
c.       Paralisis fasialis
DAFTAR PUSTAKA
Reeves,C. Gayle Roux dan Robin Loekhart. 2001. Keperawatan medikal bedah edisi pertama alih bahasa Joko Setiono. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, S. C. dan Brenda G. Bare. 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedah edisi 8 alih bahasa Agung Waluyo. Jakarta : EGC
Arif Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta : Media Asculapius
Cody, D dan Thane. R. 1993. Penyakit telinga, hidung dan tenggorokan. Jakarta : EGC
FKUI. 2000. Penatalaksanaan penyakit dan kelainan hidung, telinga dan tenggorikan edisi 2.Jakarta : EGC
NANDA,NIC (Nursing Outcomes Classification) NOC (Nursing Intervension Classification)

Sistem Kardiovaskuler - HIPERTENSI



 


Diagnosa dari penyakit hipertensi ini biasanya disebabkan karena berdasarkan data-data anamnesis atau berupa riwayat keluarga, faktor resiko dan juga gejala klinis yang dialami oleh penderita, pemeriksaan jasmani, dan terutama pemeriksaan tekanan darah, dan juga pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang seperti foto dada dan rekam jantung. Gejala penyakit hipertensi darah tinggi untuk menguatkan diagnosis hipertensi salah satunya adalah adanya riwayat penyakit hipertensi pada kedua orang tua, karena hal ini bisa memperbesar dugaan kearah hipertensi primer. Usia penderita juga menjadi salah satu penyebab dari masalah penyakit hipertensi.
Biasanya gejala penyakit hipertensi darah tinggi ditandai dengan meningkatnya tekanan darah yang seringkali merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi esensial. Dan gejala-gejala misalnya seperti sakit kepala, mimisan, dan juga pusing, atau juga migren yang sering ditemukan sebagai salah satu gejala penyakit hipertensi darah tinggi. Kadang-kadang penyakit hipertensi esensial ini berjalan tanpa adanya suatu gejala dan juga baru timbul suatu gejala setelah terjadinya komplikasi yang terjadi pada organ sasaran misalnya adalah pada ginjal, otak, dan jantung.
Gejala penyakit hipertensi darah tinggi bisa menimbulkan masalah komplikasi dan bisa disertai dengan penyakit yang lainnya. Biasanya penyakit ini muncul  dengan bersamaan yang justru bisa memperburuk kerusakan suatu organ. Komplikasi yang terjadi salah satunya adalah penyakit jantung koroner.
Komplikasi hipertensi dengan penyakit jantung koroner ini sebagai akibat dari terjadinya pengapuran yang terjadi pada dinding pembuluh darah jantung. Penyempitan yang terjadi pada lubang pembuluh darah jantung ini biasanya menyebabkan masalah berkurangnya suatu aliran darah pada beberapa bagian  dari otot jantung. Hal ini bisa menyebabkan rasa nyeri yang sakit di dada dan bisa berakibat gangguan pada masalah otot jantung. Bahkan, bisa juga menyebabkan  timbulnya masalah serangan jantung.
Komplikasi lainnya adalah masalah gagal jantung, tekanan darah tinggi yang kemudian memaksa otot jantung untuk tetap bekerja lebih berat dalam memompa darah. Kondisi ini bisa menyebabkan masalah otot jantung yang kemudian menebal dan meregang sehingga daya pompa otot kemudian mengalami penurunan, dan bisa menyebabkan kegagalan pada kerja jantung secara umum.

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala. Meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala penyakit hipertensi yang dimaksud yaitu sakit kepala, pendaraqhan dari hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan. Padahal, gejala tersebut bisa terjadi pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak napas, gelisah dan pandangan menjadi kabur karena kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. Gejala penyakit hipertensi bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya. Gejala-gejalanya itu adalah :
  • Sakit kepala
  • Jantung berdebar-debar
  • Sulit bernapas setelah berkerja keras atau mengangkat beban berat
  • Mudah lelah.
  • Penglihatan kabur
  • Wajah memerah
  • Hidung berdarah
  • Sering buang air kecil, terutama di malam hari
  • Telinga berdening (tinnitus)
  • Dunia aterasa berputar (vertigo)
Cara terbaik memastikan gejala penyakit hipertensi adalah dengan melakukan pengukuran tekanan darah. Tekanan darah adalah kekuatan darah mengalir di dinding pembuluh darah yang keluar dari jantung (pembuluh arteri) dan yang akan kembali ke jantung (pembuluh balik). Karena itu, dokter akan memeriksa tekanan darah dari dua bacaan.
Bacaan yang pertama, berupa angka yang lebih tinggi, adalah tekanan sistolik, tekanan yang terjadi bila otot jantung berdenyut memompa untuk mendorong darah keluar melalui arteri. Angka itu menunjukkan seberapa kuat jantung memompa untuk mendorong darah melalui pembluh darah. Sedangkan bacaan yang kedua, berupa angka yang lebih rendah atau diastolik, saat otot jantung berisitirahat membiarkan darah kembali masuk ke jantung. Angka itu menunjukkan berapa besar hambatan dari pembuluh darah terhadap aliran darah balik ke jantung.

Tekanan darah tinggi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab. Tekanan darah tinggi terjadi apabila tekanan darah menunjukkan angka 140/90 namun angka tersebut bukan menjadi salah satu ukuran bagi seseorang yang mempunyai tekanan darah tinggi, pada beberapa orang tekanan darah tinggi ada yang disebut dengan pra hipertensi yang menunjukkan angka tekanan darah mencapai 120/80 dan 139/89. Tekanan darah tinggi membawa faktor resiko terhadap suatu serangan penyakit dan penyebab dari kerusakan organ tubuh tertentu, seperti diabetes dan penyakit ginjal serta penyakit lainnya, namun yang paling berbahaya adalah membawa penyakit pada serangan jantung yang mungkin dapat terjadi secara tiba-tiba.
Ciri-ciri darah tinggi atau hipertensi biasanya ditandai dengan adanya peningkatan resistensi terhadap aliran darah ke seluruh tubuh. Menurut American Heart Association atau AHA, penduduk Amerika yang berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa, namun hampir sekitar 90-95 kasus tidak diketahui penyebabnya. Walaupun telah menunjukkan gejala dan tanda-tanda darah tinggi yang dapat dilihat oleh adanya perubahan dari berbagai kardiovaskular yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang dan menyebabkan kondisi kesehatan yang serius.

Berikut ini ada beberapa ciri-ciri dari hipertensi, diantarnya adalah :
1. Adanya resistensi insulin
Resistensi insulin adalah salah satu ciri dari tekanan darah tinggi. Pada sebuah studi di tahun 2004 yang dilakukan oleh Muhammad F. Saad dari sebuah terbitan dalam Jurnal Hipertensi, resistensi insulin atau tingkat insulin yang tidak normal terjadi peningkatan di dalam darah yang kemudian dikaitkan oleh hipertensi, yang sebenarnya resistensi insulin ini terjadi pada penyakit diabetes.
Para ahli mencatat bahwa resistensi insulin atau insulinemia ini memiliki kaitan yang erat dengan ciri-ciri tekanan darah tinggi atau darah ada mereka yang memiliki penyakit diabetes mellitus tipe 2. Hal ini dilatar bekalangi oleh glukosa yang diubah dan mengalami peningkatan pada plasma insulin yang menghasilkan efek negatif pada dinding pembuluh darah.
2. Pembesaran ventrikel kiri
Ventrikel kiri yakni ruang jantung yang bertanggung jawab untuk memompa darah ke jaringan tubuh yang membesar merupakan ciri-ciri darah tinggi (hipertensi). Tekanan darah yang meningkat memaksa kerja jantung lebih keras dan cepat dari biasanya untuk memompa darah keseluruh tubuh. Selain itu terjadi dorongan darah melalui pembuluh darah yang menyempit atau terjadi hambatan yang signifikan yang menyebabkan ventrikel kiri jantung untuk memperbesar atau kaku, kondisi ini disebut hipertrofi ventrikel kiri. Jika ciri ciri darah tinggi berupa hipertrofi ventrikel kiri terjadi, maka membatasi kemampuan ventrikel memompa darah yang dapat menyebabkan serangan jantung, gagal jantung dan kematian jantung mendadak.
3. Penurunan fungsi arteri
Terjadinya penurunan fungsi arteri atau perubahan dalam struktur pembuluh darah merupakan ciri-ciri darah tinggi. Hal inilah yang membuat tekanan darah tinggi ini sulit terdeteksi. Untuk mengetahui tekanan darah tinggi dibutuhkan pemeriksaan oleh tenaga medis. Ciri-ciri tekanan darah tinggi yang sulit terdeteksi ini disebut dengan arteriosklerosis.

Tekanan darah tinggi atau banyak orang menyebutnya sebagai hipertensi merupakan suatu keadaan tubuh dari tekanan darah yang meningkat akibat dari adanya peningkatan tekanan darah secara kornis (dalam jangka waktu yang cukup lama). Hipertensi juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan tekanan darah dimana sistoliknya diatas 140 mmHg dan diastoliknya diatas 90 mmHg. Tekanan darah yang selalu meningkat atau tinggi menjadi salah satu dari timbulnya faktor risiko pada suatu penyakit seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial dan merupakan penyebab utama dari gagal jantung kronis.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), penyakit tekanan darah tinggi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg.

Hipertensi ringan atau sedang umumnya tiddak menimbulkan gejala yang terlihat. Gejala hipertensi akan timbul dan terlihat apabila tekanan darah tinggi dirasakan semakin berat atau pada suatu keadaan yang krisis dari tekanan darah itu sendiri.
Gejala hipertensi yang semakin berat dan kian lama dirasakan akan menampakkan gejala seperti :
- Sakit kepala
- Sering merasa pusing yang terkadang dirasakn sangat berat
- Nyeri perut
- Muntah
- Anoreksia
- Gelisah
- Berat badan turun
- Keluar keringan secara berlebihan
- Epistaksis
- Palpitasi
- Poliuri
- Proteinuri
- Hematuri
- Retardasi atau pertumbuhan
Pada gejala hipertensi yang semakin kronis akan muncul gejala, seperti :
- Ensefalopati hipertensif
- Hemiplegi
- Gangguan penglihatna dan pendengaran
- Pareses dan facialis
- Penurunan kesadaran
Gejala pada tekanan darah tinggi yang memasuki stadium kronis atau akut dan menimbulkan gejala seperti diatas, membuat beberapa penderita hipertensi ini sampai dalam keadaan koma.
Apabila dilakukan pemeriksaan secara fisik, umumnya tidak ditemui kelainan apapun selain tekanan darah semakin tinggi, namun dapat pula ditemukan perubahan pada retina mata, seperti terjadi perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada keadaan yang sangat kronis mengakibatkan edema pupil mata.

Menurut dokter, gejala hipertensi biasanya tidak dirasakan, sehingga penyakit ini disebut silence diaseas. Banyak orang yang menganggap tekanan darah tinggi itu pasti menyebabkan pusing. Karena kekeliruan itu, tidak semua pasien berobat, karena memang tidak mengeluh pusing. Bagi orang sehat paling tiap tahun sekali memeriksa tekanan darah, sedang yang sakit setiap bulan sekali.
Hipertensi sulit disadari karena tidak memiliki gejala khusus. Namun demikian, ada beberapa hal yang setidaknya dapat dijadikan indikator, sebab berkaitan langsung dengan kondisi fisik. Misalnya, pusing atau sakit kepala, sering gelisah, wajah merah, tengkuk terasa pegal, mudah marah, telinga berdenggung, susah tidur, sesak napas, mudah lelah, mata berkunang-kunang, dan mimisan.
Gejala lainnya yang dapat dikenali dari tejadinya serangan hipertensi pada kita tersebut ialah pandangan menjadi kabur. Hal ini terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung, dan ginjal. Penderita hipertensi berat dapat mengalami penurunan kesadaran bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensi yang memerlukan penanganan segera.
Penyakit hipertensi yang sering kali terjadi umumnya tidak menimbulkan gejala yang mudah dikenali. Sementara tekanan darah terus meningkat meski dalam jangka waktu yang cukup lama hingga menimbulkan komplikasi adanya suatu penyakit bawaan dari hipertensi. Oleh karenanya hipertensi harus selalu dicek untuk mengetahui tekanan darah secara berkala. Seseorang yang dikatakan menderita darah tinggi apabila dalam beberap pemeriksaan tekanan darah diketahui memiliki tekanan darah hingga diatas 130/90 mmHg.
Hipertensi menyebabkan timbulnya suatu penyakit yang dibawa akibat tekanan darah yang tinggi seperti menimbulkan resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan gagal ginjal. Penyakit hipertensi tak mengenal batas usia seseorang dan jenis kelamin, semua orang memiliki resiko yang sama terhadap hipertensi tanpa harus menimbulkan ciri atau gejala terlebih dahulu.
Tekanan darah dalam setiap kehidupan seseorang berbeda-beda secara alamiah. Bayi dan anak-anak yang secara normal pun memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah dibanding orang dewasa. Tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti aktivitas fisik yang dilakukan sehari-hari, tekanan darah akan mengalami peningkatan ketika melakukan aktivitas sehari-hari dan akan menurun ketika beristirahat. Tekanan darah dapat meningkat ketika di pagi hari dan akan lebih rendah ketika tidur/istirahat di malam hari.